AMPAPAGA
atau Daun Kaki Kuda dikenal dengan sebutan Pegagan: Tumbuhan ini di
Indonesia mempunyai bermacam macam nama sesuai dengan daerah daerah. Di
Jawa dikenal dengan calingan rambat, di Sunda : antanan rambat, di
Makasar : pegaga, dan di Tapanuli : ampapaga.
Daun kaki kuda ini mengandung zat glikosida, triterpenoida, alkaloid hidrokotilin, steroid, tanin, minyak atsiri, dan garam garam mineral seperti kalium, natrium, magnesium, kalsium dan besi.
Daun kaki kuda ini juga dapat digunakan untuk mengobati bermacam macam penyakit, seperti penyakit kulit, sakit perut, radang usus, batuk, asma, bronkitis, peluruh air seni, obat kumur untuk sariawan, obat borok perut, luka luka kulit dan penyakit lepra. Hal ini diperkuat oleh Polonsky dan kawan kawannya dalam penelitian mereka. Mereka menemukan zat zat di dalam daun kaki kuda tersebut dapat menyembuhkan : Lepra, Anemia, Peradangan, Campak dan Asma. Ditemukan juga bahwa daun kaki kuda ini tergolong sedative (pereda, penenang) dan cardiotonic (penguat jantung) yang dapat juga memperbaiki daya ingat dan penenang orang yang kurang waras.
Daun kaki kuda ini dapat dilalap untuk penyakit, dapat direbus untuk sayuran dan dapat di ambil sarinya untuk terapi.
Khasiat Pegagan, dari penumpas TBC sampai peningkat daya ingat
Batal Mati Bosan Berkat PegaganPenulis : Dra. Lucie Widowati, M.Si.Apt; peneliti pada Puslitbang Farmasi dan Obat Tradisional, Jakarta.
Seorang teman bercerita, betapa
frustrasinya ia menumpas tuberkulosis (TB) paru-paru. Digempur pakai
obat-obatan medis, si penyakit tetap saja eksis. Ia juga panik, karena
katanya, bakteri TB bisa kebal terhadap gempuran obat yang diracik
apotik. Untunglah, saat nyaris frustrasi, ia “menemukan” pegagan dan
kawan-kawan.
Menjalani “takdir” sebagai penderita TB
paru-paru memang tak gampang. Jika tidak ulet, alih-alih sembuh, pasien
bisa mati bosan. Maklum, proses penyembuhan TB, selain cukup sulit, juga
makan waktu lama, berkisar 3 – 6 bulan. Itu pun dengan catatan, pasien
berdisiplin minum obat dan rajin memeriksakan diri ke dokter.
Lamanya pengobatan itulah – apalagi jika
disertai kendala biaya – yang kerap menyebabkan pasien frustrasi. Ya
frustrasi minum obat, ya bosan menanggung derita. Padahal, disiplin
minum obat menjadi faktor penentu dalam proses penyembuhan. Pengobatan
yang tidak tuntas dapat menyebabkan bakteri TB resisten terhadap beragam
obat konvensional, termasuk obat kombinasi.
Dengan kata lain, pasien TB sebenarnya
dilarang keras menoleransi kata bosan, apalagi sampai putus asa. Itu
sebabnya, buat teman tadi, perjumpaan dengan pegagan dan kawan
sejawatnya menjadi sangat berarti. Paling tidak, ia merasa tak “sendiri”
lagi menghadapi tuberkulosis. Ketika banyak sanak saudara dan handai
taulan menjauh lantaran takut tertular, pegagan dan kawan-kawan menjadi
teman paling setia.
Yang paling penting, harga mereka murah dan tak membuat kantung cekak jika dikonsumsi dalam kurun waktu lama.
Mematikan dan bikin bosan
Tuberkulosis pertama kali diketahui
keberadaannya tahun 1882 oleh ahli bakteri Jerman, Robert Koch. TB
tergolong penyakit menahun nan mematikan.
Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga
(KRT, 1995), sebagai penyebab kematian secara umum, TB menduduki
peringkat ketiga setelah penyakit kardiovaskuler dan infeksi saluran
napas. Namun, khusus di kelas penyakit infeksi, ia ada di posisi nomor
satu.
TB umumnya dipicu oleh perumahan yang
kurang sehat, terutama di tempat yang memiliki tingkat hunian sangat
padat. Bisa juga lantaran makanan yang disantap kurang bergizi, serta
kurangnya kesadaran dalam menjaga kebersihan lingkungan. TB ditandai
oleh hadirnya bakteri tahan asam bernama mikobakteria tuberkulosis yang
memiliki sifat rada beda dari kuman lain pada paru-paru.
Sifat-sifat berbeda itu di antaranya
cepat mati bila terkena sinar Matahari, cepat mati jika berada dalam air
mendidih, dan akan mati setelah 24 jam terkena cairan karbol 5%. Namun
sebaliknya, basil tuberkulosis dapat hidup berminggu-minggu dalam ludah,
di tempat yang sejuk, dan berbulan-bulan di tempat yang gelap. Ia juga
dapat dengan mudah menular lewat hidung atau mulut.
Penderita TB paru-paru, seperti yang
terjadi pada teman tadi, merasa badannya lemah dan nafsu makan
berkurang. Timbul batuk yang kadang disertai darah (awalnya cuma
sedikit), muka pucat dan berat badan terus berkurang, serta suhu badan
naik terutama pada petang dan malam hari. Selain itu, pada malam hari
penderita sering mengeluarkan keringat, kadang suaranya berubah menjadi
parau atau serak.
Dengan suara parau, teman tadi terus
bercerita, termasuk pertemuannya dengan seorang kawan lain yang membawa
pencerahan. Kata teman sang teman, mengandalkan obat-obat medis memang
tidak salah, tapi melengkapinya dengan meminum air rebusan tumbuhan
berkhasiat layak dicoba. “Kalau Tuhan mengizinkan, bisa sembuh lebih
cepat,” jelasnya.
Sejak itu, asa teman tadi tumbuh kembali.
Ia mencoba mencari tahu, beragam tanaman obat yang telah diteliti oleh
berbagai institusi penelitian maupun perguruan tinggi di Indonesia. Ia
mendapati, ternyata cukup banyak tanaman obat yang secara empiris telah
dikenal masyarakat. Beberapa tumbuhan yang sempat tercatat, antara lain
pegagan, singawalang, bunga tembelekan, dan bumbu tali.
Menghambat & menghancurkan
Pegagan atau nama kerennya Centella
asiatica itu tumbuhan liar yang ada di dataran rendah, sampai sekitar
2.500 m di atas permukaan air laut.
Secara empiris, biasa digunakan sebagai
tonik, antiinfeksi, antirematik, penenang, mempercepat penyembuhan luka,
dan diuretik. Berbagai penelitian telah dilakukan guna mendukung
manfaat empirisnya.
Misalnya, penelitian yang merujuk pegagan
sebagai antiinflamasi, antioksidan, antitumor, atau untuk meningkatkan
daya ingat (susunan saraf pusat), eksem (luka terbuka), dan hepatitis.
Hal itu berkaitan dengan kandungan senyawa yang dimiliki pegagan, yaitu
asiaticiside, thankuniside, medecassoside, brahmoside, brahminoside,
madastic acid, vitamin B1, B2, dan B6.
Penduduk asli India dan Malaysia konon
suka menanam dan menyimpan pegagan dalam bentuk ready stock, agar siap
digunakan sewaktu-waktu. Oleh warga dua bangsa itu pegagan lazim
disimpan dalam bentuk kering untuk mengobati beragam penyakit. Terkadang
mereka juga membuat jus daun segar, yang diminum untuk menghilangkan
pusing ringan.
Dari berbagai penelitian in vitro
terhadap pegagan menemukan kemampuannya menghancurkan berbagai bakteri
penyebab infeksi, seperti Staphylococcus aureus, Escherechia coli,
Pseudomonas aeruginosa, Salmonella typhi, dan sejenisnya. Sementara
dalam bentuk infus atau ekstrak etanol, tumbuhan ini dipercaya dapat
menghambat pertumbuhan bakteri.
Laorpuksa A. dan kawan-kawan dalam
penelitian pada 1988 membuktikan, estrak air pegagan dapat melawan
bakteri yang menyebabkan infeksi pada saluran napas. Sementara Herbert
D. dan kawan-kawan dari Tuberculosis Research Center di India mencoba
efek pegagan pada bakteri tuberkulosis H37Rv secara in vitro. Hasilnya,
pegagan tidak langsung berefek pada bakteri tuberkulosis. Namun, Herbert
menyarankan penelitian lebih lanjut terhadap senyawa aktif
asiaticoside.
Feeling Herbert terbukti benar.
Berdasarkan penelitian lanjutan, senyawa aktif pegagan itu ternyata
dapat melawan Mycobakterium tuberculosis dan Bacillus leprae
(Oliver-Bever, 1986). Penelitian berikutnya yang dilakukan Walter H.
Lewis juga menyatakan, pegagan termasuk kelompok tanaman yang
menghasilkan zat seperti antibiotika dan asiaticoside.
Keampuhan pegagan juga telah diuji coba
oleh Boeteau P. dan kawan-kawan, yang menginokulasi binatang percobaan
marmut dengan bakteri basilus tuberkulosis selama 15 hari. Injeksi 0,5
ml 4% asiaticoside yang diberikan pada marmut, terbukti dapat mengurangi
jumlah lesi tuberkular di paru-paru, hati, dan limpa. Senyawa
asiaticoside membuat pegagan tak hanya dapat menghambat pertumbuhan
bakteri tuberkulosis, tapi juga berpotensi sebagai imunomodulator –
peningkat daya tahan tubuh.
Secara empiris, pemanfaatan pegagan untuk
membasmi tuberkulosis paru-paru dapat dilakukan dengan berpedoman pada
resep berikut. Cuci 30 – 60 g pegagan segar, lalu rebus dalam 3 gelas
air sampai tersisa 1 gelas, dan diminum 3 kali sehari. Untuk TB kulit,
lumatkan pegagan, kemudian tempelkan pada bagian yang sakit. Kajian
etnobotani di Bogor.
Masih ada sejawat pegagan yang bermanfaat
serupa. Singawalang (Pertiveria alliacea), menurut R. Indra Pandu
Gunawan, yang melakukan kajian etnobotani di salah satu kampung di
Bogor, Jawa Barat, juga dapat digunakan untuk mengobati tuberkulosis.
Kesimpulan itu diambilnya setelah masyarakat di kampung yang diteliti
itu sukses menggunakan singawalang untuk mengobati batuk darah akibat
TB.
Weniger B. pada 1988 pun menyatakan,
masyarakat Haiti, Republik Dominika, telah sejak lama memanfaatkan
tanaman ini untuk mengobati radang paru-paru. Singawalang sendiri
merupakan tanaman berbentuk semak, tingginya bisa mencapai 1 m. Secara
empiris, singawalang sering digunakan untuk peluruh kencing, peluruh
dahak, peluruh keringat, dan pereda kekejangan.
Penelitian in vitro memang menunjukkan,
singawalang mampu melawan bakteri Staphylococcus aureus dan Pseudomonas
aeruginosa. Namun, penelitian langsung pada bakteri tuberkulosis belum
dilakukan. Dosis pemanfaatan singawalang: 5 lembar daun yang telah
dicuci bersih ditumbuk sampai halus. Hasil tumbukan diseduh dengan air
panas, dibubuhi garam dan gula merah secukupnya. Aduk sampai larut,
saring dan minum setelah dingin. Frekuensi meminumnya dua kali sehari.
Masih ada lagi yang namanya bunga
tembelekan (Lantana camara). Tumbuhan ini dapat hidup secara liar atau
ditanam sebagai tanaman hias dan tanaman pagar. Perdu setinggi 0,5 – 4 m
dan berbau ini secara empiris berkhasiat meredakan demam, penawar
racun, penghilang nyeri, dan penghenti perdarahan. Ia tumbuh di dataran
rendah sampai 1.700 m di atas permukaan laut.
Untuk melawan tuberkulosis paru-paru
dengan batuk darah, digunakan bunga tembelekan kering sebanyak 6 – 10 g,
direbus dalam 3 gelas air bersih sampai air rebusannya tersisa separuh.
Setelah dingin, air rebusan itu disaring, dibagi untuk 3 kali minum
(pagi hari, siang, dan sore) masing-masing setengah gelas.
Jangan lupakan juga tanaman bambu tali
(Asparagus cochinchinensis). Tumbuhan asal Cina, Jepang, dan Korea itu
tingginya dapat mencapai 1,5 m. Daunnya berwarna hijau, berbentuk helai
panjang, runcing, dan halus. Bagian yang digunakan untuk obat adalah
umbinya. Untuk mengatasi penyakit tuberkulosis yang disertai batuk
darah, digunakan 6 – 12 g umbi kering bambu tali, direbus dalam 1,5
gelas air. Air rebusannya diminum dalam keadaan hangat dua kali sehari,
sampai penyakit sembuh.
Obat “hati”
Kalau mau digali lagi, sebenarnya masih
banyak tumbuhan – berdasarkan pengalaman empiris nenek moyang –
dipercaya dapat digunakan untuk memerangi TB.
Salah satunya daun legundi (Vitex negundo
L). Untuk menggunakannya, 3/5 genggam daunnya dicuci, lalu direbus
dengan air bersih sebanyak 3 gelas makan, sampai air rebusannya tinggal
3/4 gelas saja. Sesudah dingin, disaring lalu diminum dengan madu
seperlunya. Frekuensi minumnya 3 kali sehari.
Ada lagi serbuk biji pronojiwo (Euhrseta
horfieldii Benn). Untuk pengobatan diperlukan 3/4 sendok teh serbuk biji
pronojiwo, diseduh dengan air panas sebayak 1/2 cangkir dan madu 1
sendok makan. Dalam keadaan suam-suam kuku, ramuan diminum 3 kali
sehari. Atau bunga kembang sepatu (Hibiscus rosasinensis L). Ramuannya, 3
kuntum bunga kembang sepatu dicuci bersih, lalu digiling halus, diberi
air masak 1/2 cangkir dan madu 1 sendok makan, kemudian diperas dan
disaring. Ramuan diminum tiga kali sehari.
Bisa juga dicoba bidara upas (Merremia
mammosa). Ambilah 1/3 jari bidara, dicuci bersih lalu diparut, diberi
air masak 1 sendok makan dan madu 2 sendok teh, diperas dan disaring.
Obat alami ini diminum tiga kali sehari.
Terakhir, daun gandapura (Gaultheria
fragrantissima). Diperlukan 1 sendok makan serbuk kering daun gandapura.
Bahan itu diseduh dengan air panas 3/4 cangkir dan madu 1 sendok makan.
Seduhan diminum dalam keadaan suam-suam kuku. Frekuensinya 3 kali
sehari.
Melihat begitu banyaknya alternatif,
teman saya jelas makin girang. Kini ia tidak hanya lebih optimistis
menyikapi hidup, tapi juga lebih telaten merawat tanaman-tanamannya,
terutama tanaman pegagan dan kawan-kawan. Buat sang teman, mereka bukan
hanya andalan baru untuk mengusir TB paru-paru, tapi juga mengisi sepi
dan mengusir frustrasi.
Catatan :
Nama lain bunga tembelekan adalah bunga
pagar atau kayu Singapura. Di Sunda kerap disebut kembang satek,
saliyara, tai ayam atau tai kotok. Sedangkan di Jawa kadang disebut
oblo, puyengan, pecengan, atau waung.
Bambu tali atau bambu apus suka juga
disebut awi tali (Sunda), deling apus, deling tangsul, jajang pring
(Jawa) atau tiing tali, tiing tlantan (Bali). Tumbuhan lainnya, legundi,
punya nama alias gendarasi (Palembang) atau langgundi (Minangkabau).
Sedangkan bidara upas kerap disebut blanar (Jawa) atau hailale (Ambon).
Sumber :Kompas Cyber Media
http://www.depkes.go.id/index.php?option=articles&task=viewarticle&artid=305#
0 komentar:
Post a Comment