CINTA DAN BENCI MENURUT
PANDANGAN PSIKOLOGI
1.
CINTA
1.1.Pengertian Cinta
Menurut Sternberg, cinta
adalah sebuah kisah, kisah yang ditulis oleh setiap orang. Kisah tersebut
merefleksikan kepribadian, minat dan perasaan seseorang terhadap suatu
hubungan. Ada kisah tentang perang memperebutkan kekuasaan, misteri, permainan,
dsb. Kisah pada setiap orang berasal dari “skenario” yang sudah dikenalnya,
apakah dari orang tua, pengalaman, cerita, dsb. Kisah ini biasanya mempengaruhi
orang bagaimana ia bersikap dan bertindak dalam sebuah hubungan.
Daniel Goleman (2002 :
411) mengemukakan cinta adalah salah satu dari macam emosi yang berupa:
penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat, bakti,
hormat, dan kemesraan.
1.2.
Teori-Teori tentang
Cinta
a. Penjelasan dari Teori PEA
Ada beberapa tokoh yang
menyatakan pendapatnya, yaitu;
Menurut Helen Fischer,
seorang antropologi dari Amerika serikat, yang melakukan penelitian selama
bertahun-tahun yang menyatakan bahwa “Cinta itu tidak adadi!”. Disini ia
mengungkapkan dan meneliti cinta yang dilihat dari hubungan antara jenis
pasangan terutama yang sedang dilanda asmara, fenomena cinta sebenarnya tidak
terlalu sulit untuk dirasakan. Nah, ketika mata bertemu pandang yang berlanjut
pada persentuhan tangan, biasanya orang akan merasakan gejala yang sama:- darah
mengalir lebih cepat, semburat merah muncul di pipi, peluh dingin membasahi
telapak tangan, bahkan menghela napas pun jadi terasa berat. Dalam situasi
seperti inilah hati bagaikan bergolak, disesaki oleh gelora cinta.
Menurut Helen Fischer
seorang “peneliti cinta” di Universiti Boston, Amerika Syarikat ini lagi,
reaksi romantik seperti itu timbul kerana kerja sejumlah hormon yang ada dalam
tubuh, khususnya hormon yang diproduksi otak. Gelora cinta manusia yang
meluap-luap tidak jauh berbedanya dengan reaksi kimia. Malangnya, senyawa
antara hormon ini sangat dekat. Dan, berdasarkan teori Four Years Itch yang
diumumkannya, daya tahan gelora cinta itu hanya mencapai empat tahun saja.
Setelah itu, hancur tanpa kesan lagi.
Sebagaimana yang terjadi
pada sebuah reaksi kimia, wujudnya tidak akan pernah kembali seperti semula.
Sesungguhnya pula, perasaan yang menghanyutkan dalam masa jatuh cinta tadi
boleh dianalisis secara kimia. Jadi, prosesnya dimulakan pada saat mata saling
bertemu. Tangan yang bersentuhan bagaikan dialiri arus eletrik. Fenomena ini
sudah pasti kerana tindakbalas hormon tertentu yang ada di otak, mengalir ke
seluruh saraf hingga ke pembuluh darah yang terkecil sekalipun. Inilah yang
membuat wajah memerah, dan timbul perasaan “melayang”. Aliran darah yang
demikian cepat membuat bernafas pun menjadi berat.
Ia menentukan beberapa
fase kerja hormon dalam otak ketika seseorang sedang jatuh cinta, yaitu sebagai
berikut:
· Fase pertama:
Dapat dijelaskan sebagai
berikut, Ketika hubungan mata sedang berlangsung, tertanam suatu `kesan’. Pada
fase ini otak bekerja bagaikan komputer yang menyediakan sejumlah data, dan menserasikannya
dengan sejumlah data yang pernah dirakam sebelumnya. Ia mencari apa yang
membuat pesona itu muncul. Kalau sudah begini, bau yang ditimbulkan oleh lawan
jenis pun boleh menjadi pemicu timbulnya rasa romantik.
· Fasa kedua:
yaitu munculnya hormon
phenylethylamine (PEA) yang diproduksi otak. Inilah sebabnya ketika terkesan
oleh seseorang, secara automatik senyum pun dilontarkan. Spontan, kilang PEA
pun aktif bekerja ketika “wisel” mula dibunyikan. Hormon dopamine dan
norepinephrine yang juga terdapat dalam saraf manusia, turut mendampingi.
Hormon-hormon inilah yang menjadi pemicu timbulya gelora cinta. Setelah dua
tiga tahun, efektiviti hormon-hormon ini mula berkurang.
· Fasa ketiga:
yaitu ketika gelora
cinta sudah reda. Yang tersisa hanyalah kasih sayang. Hormon endorphins ,
senyawa kimia yang identik dengan morfin, mengalir ke otak. Sebagaimana efek
yang ditimbulkan dadah dan sebagainya, saat inilah tubuh merasa nyaman, damai,
dan tenang. Ada hormon lain yang akhir-akhir ini dihubungkan dengan cinta.
Diproduksi oleh otak, hormon ini membuat saraf menjadi sensitif. Saat itulah
tubuh akan didorong untuk merasakan sensasi cinta. Hormon ini pulalah yang
diduga boleh mendorong terjadinya proses orgasme ketika bercinta atau melakukan
hubungan seksual.
Ada juga teori cinta
dengan pendekatan bioneurologi yang melihat, membandingkan, dan mengamati
struktur otak orang gila misalnya, atau psikologi dan fisiologi yang
mempelajari kaitan antara perilaku manusia dan pengaruh hormon pada tubuhnya.
Cinta sebenarya sama dengan emosi. Kalau emosi seringkali ditentukan oleh
sejumlah hormon (terutama dalam siklus menstruasi), maka hal yang sama juga
berlaku dalam proses jatuh cinta.
Menurut Diane Lie
seorang psikologi sekaligus peneliti rambang pada sebuah Universiti di Beijing
membentangkan teorinya, meskipun urusan cinta boleh dijelaskan secara kimia,
namun kecamuk cinta tidak semata-mata hanya ditentukan oleh aktiviti hormon,
dan manusia tidak berdaya mengatasinya. Juga tidak selalu berarti bila kadar
hormon berkurang, berarti getarannya pun berkurang.
Memang, pemacu semburan
cinta (PEA) tadi, memiliki pengaruh kerja yang tidak tahan lama. Hormon yang
secara ilmiah memiliki kesamaan dengan amfetamin ini, hanya efektif bekerja
selama 2-3 tahun saja. Lama kelamaan, tubuh pun bagaikan imun, `kebal’ terhadap
si pemicu gelora.
Masih menurut Diane,
proses jatuh cinta itu tidak semata-mata hanya dipengaruhi hormon dengan reaksi
kimianya. Apalagi dalam proses orang bercinta hingga menikah, banyak faktor
sosial lainnya yang menentukan. Contohnya proses jatuh cinta yang dalam bahasa
jawa dipanggil versi Tresno Jalaran Soko Kulino” yang bermaksud datangnya cinta
kerana pertemuan yang berulang-ulang “. Demikian pula ketika kita marah dan
ingin memaki orang lain, hormon memang punya pengaruh khusus, namun tetap ada
faktor lain yang ikut menentukanya.
Manusia merupakan
makhluk yang paling kompleks. Jika proses reaksi kimia terjadi pada haiwan,
barulah teori rendahnya daya tahan PEA ini boleh dipercayai. Jadi, teori Helen
Fiscer yang disebut Four Years Itch juga boleh dipatahkan. Pendeknya, teori PEA
dilandaskan pada pendekatan ilmu eksakta, sedangkan teori Four Years Itch oleh
Fischer yang lingkaran penelitiannya mencakup 62 jenis kultur ini, lebih
menggunakan pendekatan sosial. Fischer, yang juga penulis buku ” Anatomy of
Love “, menemukan betapa kes perceraian mencapai puncaknya ketika usia
perkawinan mencapai usia empat tahun. Kalaupun masa empat tahun itu telah
dilalui, katanya, kemungkinan itu berkat hadirnya anak kedua. Kondisi ini
membuat perkawinan mereka boleh bertahan hingga empat tahun lebih.
Menurut pandangan Diane,
dalam hubungan suami istri atau bercinta, selain cinta, ada hubungan lain yang
sifatnya friendship, (persahabatan). Kalau setelah beberapa waktu cinta itu
menipis - mungkin kerana tersisihkan hal-hal lain, misalnya kerana rutin yang
dilakukan adalah hal-hal yang sama juga setiap hari, lalu segalanya jadi terasa
membosankan.
Sternberg terkenal
dengan teorinya tentang “Segitiga Cinta” Segitiga cinta itu mengandung komponen
:
1) Keintiman (Intimacy)
Keintiman adalah elemen
emosi, yang didalamnya terdapat kehangatan, kepercayaan (trust), dan keinginan
untuk membina hubungan. Ciri-cirinya antara lain seseorang akan merasa dekat
dengan seseorang, senang bercakap-cakap dengannya sampai waktu yang lama,
merasa rindu bila lama tidak bertemu.
2) Gairah (Passion)
Gairah adalah elemen
motivasional yang didasari oleh dorongan dari dalam diri yang bersifat seksual.
3) Komitmen
Komitmen adalah elemen
kognitif, berupa keputusan untuk secara sinambung dan tetap menjalankan suatu
kehidupan bersama.
Menurut Sternberg,
setiap komponen itu pada tiap-tiap orang berbeda derajatnya. Ada yang hanya
tinggi di gairah, tapi rendah pada komitmen. Sedangkan cinta yang ideal adalah
apabila ketiga komitmen itu berada dalam proporsi yang sesuai pada suatu waktu
tertentu. Misalnya pada tahap awal hubungan, yang paling besar adalah komponen
keintiman. Setelah keintiman berlanjut pada gairah yang lebih besar (dalam
beberapa budaya) harus disertai dengan komitmen yang lebih besar, misalnya
melalui perkawinan.
Seperti telah diuraikan
sebelumnya, pada hubungn cinta seseorang sangat ditentukan oleh pengalamannya
sendiri mulai dari masa kanak-kanak. Bagaimana orang tuanya saling
mengekspresikan perasaan cinta mereka. Hubungan awal dengan teman-teman dekat,
kisah-kisah romantis sampai yang horor, dsb. akan membekas dan mempengaruhi
seseorang dalam berhubungan. Karenanya setiap orang disarankan untuk menyadari
kisah cinta yang ditulis untuk dirinya sendiri.
b. Penjelasan
evolusioner/etologis mengenai cinta
Seorang
jurnalis inggris Woodrow Wyatt (1981) mengatakan,’seorang pria jatuh cinta
melalui matanya,seorang wanita melalui telinganya,”artinya seorang pria
tertarik dari kecantikan wanita namun seorang wanita tertarik dari apa yang ia
dengar mengenai status seorang pria.
c. Penjelasan
psikoanalitik mengenai cinta
Freud
memandang cinta sebagai sesuatu yang muncul dari insting seksual.selama
perkembangan terhadap oral,ibu menyediakan kenikmatan erotik yang pertama
pemuasan oral, sebagai akibatnya, ibu menjadi objek cinta anak pertamanya.
Beberapa waktu kemudian, selama tahap genital, individu belajar bahwa kepuasan
seksual dapat diberikan oleh seorang fartner seksual.
d. Penjelasan
neo-analitik menngenai cinta
Erik
Erikson (1963) berfokus pada keenam tahap perkembangan psikoseksual, ketika
individu mencapai segitar dua puluh tahun keatas yaitu pada saat cinta yang
matang berkembang.menurut Erikson, hanya mereka yang telah menemukan
identitasnyalah yang akan melakukan intimasi dan cinta yang sebenarnya,
sementara mereka yang identitas egonya tidak lengkap akan tetap terisolasi atau
terlibat dalam relasi yang keliru seperti melakukan sex bebas atau hubungan
yang dangkal.dengan demikian, Erikson memandang cinta sebagai hasil dari
perkembangan yang sehat dan normal.
e. Pendekatan
kognitif terhadap cinta
Pendekatan
kognitif mengenai cinta berusaha mengklasifikasikan sebagai tipe yang berbeda
mengenai cinta; mereka juga membedakan gairah kita dari pikiran kita.
Cinta
tidak mungkin dipilah-pilahkan kedalam suatu skema yang sederhana. Kebanyakan
pendekatan membuat perbedaan antara menyukai dan menghormati dengan cinta dan
nafsu. Ada juga yang membedakan antara cinta yang penuh respek dan penuh
persahabatan dengan kesetiaan yang emosional.
f. Perspektif
humanistik / eksistensi cinta
Abraham
Maslow Menempatkan kebutuhan cinta sebagai urutan ketiga dalam piramida kebutuhannya.
Menurut Maslow hanya setelah kebutuhan fisiologis, seseorang dapat bekerja
secara nyaman dalam memenuhi kebutuhan cinta dan afiliasi.
Maslow
(1968) mendiskripsikan cinta dalam dua tipe, being love dan defisiensi
love
deficiency love: bersifat memikirkan diri
sendiri dan tergantung.
being love: bersifat tidak mementingkan
diri sendiri dan peduli terhadap kebutuhan orang lain.orang dengan B_love lebih
teraktualisasi –diri dan membantu fartnernya mencapai aktualisasi diri.
Erich
Fromm mengkombinasikan perspektif humanistik/eksistensial dan psikoanalitik
kedalam teorinya mengenai cinta.cinta merupakan hasil fositif dari perjuanngan
individu untuk bergabung dengan individu lain.
Rallo
May mendiskripsikan berbagai tipe cinta
1.
Seks : peredaan ketegangan,nafsu
2.
Ero : cinta prokreatif_pengalaman yang enak
3.
Filia : cinta persaudaraan
4.
Agape : pengabdian pada kesejahteraan yang lain
Cinta otentik :
menggabungkan tipe-tipe cinta lain
May
juga mengungkapkan pendapatnya tentang Cinta dan kehendak. Sebagai seorang
eksistensialis,May menekankan pentingnya kehendak.ia mencatat bahwa cinta dan
kehendak terjalin satu dengan yang lain_yakni bahwa cita membutuhkan
kehendak(usaha,kemauan) agar dapat bertahan dan bermakna.
g. Perbedaan
budaya yang terkait cinta
Cinta
tidak hanya sekadar fenomena biologis atau instingtual, ataupun konsep
berdasarkan keluarga, cinta juga terkait dalam konteks budaya yang mempengaruhi
perilaku agresif.
Diberbagai
budaya dan berbagai masa di sepanjang sejarah, perkawinan diatur oleh orang tua
penganten pria dan wanita.berbagai faktor ekonomi, religius, dan sosial
memainkan peranan pentang.dari pada memilih pasangan hanya berdasarkan perasaan
tertarik sesaat secara seksual sekadar hanya untuk memenuhi kebutuhan yang
tidak dewasa,lebih baik agen perjodohan.
h. Trait
dan Pendekatan Interaksionis:kesepian
Seorang
yang kesepian memiliki kesulitan untuk membentuk relasi, mempercayai orang
lain, dan karib. Mereka sulit untuk membicarakan dirinya sendiri, membuka
perasaannya terhadap orang lain, dan sulit merasa nyaman dalam berinteraksi
sosial (Berg & Pepleu,1982;Pepleu & Caldwell,1978). Dalam istilah
Traith, mereka barang kali rendah dalam sifat ekstropet dan stabilitas
emosional. Para teoris kepribadian dari pendekatan kognitif menyatakan bahwa
orang yanng kesepian sering kali memiliki gaya menjelaskan yang bersifat
negatif, mereka melihat berbagai hal sebagai suatu yang berada diluar kontrol
mereka dan cendrung memandang orang lain secara negatif (snodgrass,1987).
Cara
pandang ini menyatakan kesepian dapat diatasi dengan mengnembangkan
keterampilan dan mengubah lingkungan.kesepian tidak dapat dianggap hanya
sebagai suatu trait kepribadian:para interaksionis berpandangan bahwa
situsionis perlu ikut dipertimbangkan sepenuhnya (Rook,1988;1991). Kesepian
terjadi ketika terdapat ketidaksesuaian antara relasi seseorang sebenarnya
dengan relasi yang dibutuhkan (Parlmen &Peplau,1998).
Cinta yang salah arah
Banyak
peneliti yang tertarik dalam menentukan relasi antara kepribadian dan perilaku
seksual_khususnya,antara kepribadian dan seks yang tidak aman. yang paling
mendasar, orang ekstrovert lebih berpetualang secara seksual karna mereka
mencari stimulus ekstra. Orang-orang ekstrovert cendrung lebih banyak melakukan
“french kissing” dan terlilbat dalam berbagai aktivitas seksual yang luas
(Barnes,Malamuth, & check,1984;fontaine,1994). Fontain (1994) menggunakan
Eysenk personality Questioneire untuk menelaah kepribadian dan aktifitas
seksual dari para pria yang berusia 18 hingga 35 tahun.ia menemukan bahwa skors
yang tunggi dalam dimensi psichotism berkaitan dengan praktik-praktik seksual
yang beresiko seperti hubungan seks tanpa perllindungan dengan partner
biseksual, penggunan obat terlarang melalui intravena,atau berganti-ganti
pasangan.
Skala
seperti attraction to sexual Agression scale (Malamuth,1989) mampu
mengidentifikasi pria yang memiliki kecendrungan untuk melakukan kejahatan
seksual terhadapWanita. Para pria seperti ini lebih mempercayai mitos mengenai
perkosaan, mereka memiliki kebutuhan mendominasi yang kuat.mereka mempuyai sikap
positif terhadap agresi seksual. Dalam pandangan Freud, jelas bahwa pria
semacam itu tidak menyelesaikan kompleks Oedipal-nya ataupun mengembangkan
super egonya secara memadai; dan bagi para neo_analis,jelas bahwa pria semacam
itu menngalami defisiensi dalam pengasuhannya.dari sudut pandang kognitif pria
seperti itu kurang memahami sisi manusiawi dari orang lain, dari sudut pandang
trait, mereka kurang memiliki kemampuan berempati dan lupa berbagai aturan yang
ditentukan masyarakat. Bagi seorang humanistik, mereka makhluk yang tidak
bermoral.meski demikian, terdapat banyak bukti yang memperlihatkan bahwa cinta
dapat tumbuh dari sebuah persahabatan yang bermakna. Banyak psikolog yang
bijaksana menekankan cinta yang sebenarnya, cinta yang tahan lama, dan paling
berhasil bila merupakan bagian dari kepedulian yang matang dan tanpa pamrih
terhadap yang lain.
Intinya
cinta yang salah adalah cinta yang mengarah pada hubungan seksual yang belum
boleh dilakukan atau tidak ada hubungan pernikahan.
2.
BENCI
2.1.Pengertian Benci
Kebencian merupakan
sebuah emosi yang sangat kuat dan melambangkan
ketidaksukaan, permusuhan, atau antipati untuk seseorang, sebuah hal, barang, ataufenomena. Hal ini juga merupakan
sebuah keinginan untuk, menghindari, menghancurkan atau menghilangkannya.
Kadangkala kebencian dideskripsikan sebagai lawan daripada cinta atau persahabatan; tetapi banyak orang
yang menganggap bahwa lawan daripada cinta adalah ketidakpedulian. (sumber
: Dikutip dari : id.wikipedia.org/wiki ). Benci (hate)
adalah salah satu bagian dari sifat-sifat manusia.
Dalam ilmu psikologi,
Dr. Sigmund Freud mendefinisikan benci sebagai pernyataan ego (ke-akuan)
yang ingin menghancurkan sumber-sumber ketidak bahagiaannya.
Definisi benci yang
lebih baru menurut Penguin Dictionary of Psychology (Wikipedia) adalah
“emosi yang dalam dan bertahan kuat, yang mengekspresikan permusuhan dan
kemarahan terhadap seseorang, kelompok, atau objek tertentu”.
2.2
Teori-teori tentang
Benci
a. Penjelasan
biologis mengenai benci
Agresi
beserta manifestasi internalnya sebagai sisi kemanusiaan yang memiliki dasar
biologis dan bersifat alamiah; artinya, secara biologis kita memiliki
predisposisi yang bersifat bawaan genetis untuk membenci.
Penjelasan
Etologis
Etolog
konrad lorenz (1967) dan Eibl-Eibesfeldt (1971,1979) mengatakan bahwa agresi
merupakan produk dari proses evolusioner yang bersifat adaptif. Menurut
pendapat ini, kebencian bersifat terberi karena agresi bersifat adaptif bagi
evolusi spesies kita.
Para
teori etologi ini juga mengatakan bahwa berbagai tendensi agresif alamiah dapat
saja terdistorsi dan kadangkala diekpresikan secara tidak tepat.sebagai contoh,
karena masyarakat modern kita mengekang berbagai tindakan agresif ,maka
prustasi berawal dari agresi alamiah ini dapat menghasilkan suatu bentuk
penumpukan agresi yang memerlukan tindakan untuk mengekspresikan atau
melampiaskan agresi itu.
Berbagai
solusi etologis terhadap agresi sering kali terbukti tidak afektif. Penjelasan
etologis umumnya memberikan kesan bahwa agresi tidak dapat dihindari. Jika hal
itu terkait dengan gen kita, maka hal itu tidak dapat dihentikan (Silverberg
& Gray,1992,Stoff & Cairns,1996).
Gangguan
Otak
Kepribadian
agresif dan penuh kebencian melibatkan gangguan struktur dan gangguan otak yang
disebabkan oleh obat. Berdasarkan sejumlah eksprimen yang dilakukan di dalam
laboratorium hewan diketahui bahwa stimulasi terhadap sejumlah pusat di otak
dapat menghasilkan kemarahan yang intens dan tak kunjung padam (Adams
dkk,1993).Memang,beberapa orang yang terbukti memiliki kecenderungan untuk
berang dan menaruh kebencian yang hebat ditemukan memiliki struktur otak yang
abnormal serta cedera pada dan dekat hipotalamus dan amigdala (lobus temporal).
Gangguan
otak biasanya diasosiasikan dengan kemarahan mendadak dan tidak terkontrol
alih-alih dengan rencana untuk membunuh jutaan orang yang dilakukan secara
dingin, penuh perhitungan dan perencanaan.
Berbagai
studi yang menggunakan positron emission tomography (PET) scanmemperlihatkan
bahwa orang dengan kepadatan dari reseptor dopamin yang rendah
(reseptor-reseptor D2) yang terletak diarea basal ganglia dari otak, cenderung
memiliki kepribadian yang menjaga jarak dan dingin
(Farde,Gustavsson,Josson,1997). Dopamin,sebuah neurotransmiter (pembawa pesan
kimiawi) penting berkaitan dengan suasana hati (mood) dan berbagai defiseinsi
neurotransmiter sebagian ditentukan secara genetis (Hendricks dkk,2003).
b. Pendekatan
psikoanalitik mengenai benci
Freud
membuat dalil mengenai eksistensi insting atau dorongan agresif. Pada
kenyataannya,ia berteori bahwa semua manusia memiliki insting kematian. Thanatosyang
merupakan dorongan yang terarah pada kematian dan prilaku meruusak nilai (self-destructive),
yang namanya diambil dari dewa kematian Yunani.Meskipun demikian, prilaku
merusak diri tidak diterima didalam masyarakat modern (Weiningger,1996). Seperti
hal nya impuls-impuls seksual yang tidak dapat diterima secara sosial, energi
ini harus dilepaskan atau disalurkan dengan cara-cara yang secara sosial tepat.
Salah
satu mekanisme yang dilibatkan dapat berupa memproyeksikan impuls-impuls
kematian ke objek yang dibenci , yakni dengan mengatribusikan kebencian keorang
lain. Sebagai contoh, mereka mungkain melihat orang lain sebagai sosok yang
agresif, penuh kebencian, dan berbahaya.
c. Pandangan
Neo-Analitik mengenai benci
Jung
berhipotesis mengenai sejumlah elemen yang umum disemua kepribadian manusia,
arketip, salah satu arketip khusus , yang disebut shadow, adalah tempat
insting-insting hewan dan primitif berada. Dengan demikian, menurut Jung
ekpresi shadow yang tidak sesuai atau terkontrol dapat mengakibatkan kebencian
dan agresi yang amat kuat seperti yang terjadi kepada Hitler, selain itu,
ingatlah bahwa Jung menjelaskan tipe-tipe psikologis yang didasarkan pada
kedudukan individu dalam tipologi.
Alfred
Adler dan Karen Horney juga berkeyakinan (seperti Freud dan Jung) bahwa
kepribadian yang bermusuhan dan penuh kebencian berkembang pada masa
kanak-kanak,namun para ahli neu-analitik ini tidak menyatakan bahwa kepribadian
seperti itu ditimbulkan secara langsung dari insting atau dorongan biologis.
Karen
Horney yang juga memandang masa kanak-kanak sebagai sesuatu masa kehidupan
dimana seorang individu dapat menjadi penuh kebencian,menyatakan bahwa
anak-anak harus merasa aman ketika kanak-kanak agar dapat berkembang
sebagaimana semestinya.
Horney
menyajikan cara-cara pertahanan diri yang dapat dipakai anak-anak yang
menjadikorban kekerasan.Salah satu mekanisme ini adalah meraih kekuasaan dan
superioritas terhadap yang lain,yang melawan perasaan bahwa seorang tidak
berdaya atau diperlukan secara salah.
Menurut
Erikson,tahap-tahap psikososial yang tidak diselesaikansecara berhasil akan
menghasilkan individu yang memilki sifat pemarah, bermusuhan, dan penuh
kebencian:
1)
Anak yang tidak mengembangkan kepercayaan yang memadai semasa bayi,cenderung mengembangkan
pola untuk senantiasa curiga dalam kehidupan kelak.
2)
Anak yang diperlukan deengan cara yang bermusuhan ketika dia didorong mencapai
otonomi ddapat menjadi destruktif dan marah.
3)
Akhirnya,jika inisiatif anak dihukum dan dihalangi alih-alih ditantang secara
realistik,anak bisa gagal dalam mengembangkan superego yang memadai. Individu
ini, yang orang tua nya kurang membekalinya dalam ketiga tahap perkembangan
psikososial ini, cenderung menjadi orang dewasa yang penuh kebencian dan
agresif.
d. Kebencian
dan Otoritarianisme:Erich Fromm
Fromm
menekankan iklim sosial seperti halnya sejarah pribadi individual sebagai
sumber kemarahan dan kebencian. Fromm berteori bahwa individu merasa lebih
sendiri dan terisolasi seiring dengan kemajuan peradaban dan seiring dengan
meningkatnya kebebasan individual yang diperoleh orang-orang. Dalam rangka
meniadakan perasaan kesepian dan alienasi, ia berteori beberapa orang
meninggalkan kebebasannya, melepaskan individualitas dan prinsip-prinsipnya
agar dapat menjadi bagian kelompok,berapapun harganya.
Dengan
demikian, Fromm memadukan determinan biologis dan non biologis yang menghasikan
kapasitas untuk melakukan kekerasan, dan ia menerima bahwa kanalisasi secara
tidak tepat dari dorongan-dorongan ketika kanak-kanak dapat menciptakan
berbagai masalah sepanjang hidup,namun ia meletakkan kesalahan terbesar pada
kegagalan dalam menemukan makna didalam sebuah masyarakat yang kosong.Dengan
demikian ia menggabungkan elemen-elemen dari pandangan eksistansial dan
humanistik dalam memandang kebencian.
e. Pendekatan
humanistik menngenai kebencian
Mereka
menggaris bawahi pentingnya moralitas, keadilan, komitmen, yang melibatkan
pemikiran yang kompleks dan kesadaran diri.kontras dengan para psikoanalis dan
neo-analis, para psikolog humanistik lebih banyak berfokus pada
individu-individu yang matang dan mencapai aktualisasi diri dibandingkan
berfokus pada individu yang penuh kebencian yang banyak sekali jumlahnya.
Mereka lebih melihat aspek-aspek yang mengarah pada sisi positif, dari apa yang
dikelliru dalam pengasuhan.meskipun demikian, penjelasan humanistik mengenai
kebencian individu dapat diturunkan dari teori-teorinya.
Psikolog
humanistik carl rogers berkeyakinan bahwa emosi negatif berasal dari kurangnya
penghargaan positif dalam kehidupan individu,khususnnya yang diberikan oleh
orang tua selama masa kanak-kanak.
Abraham
maslow(1968)juga memperlihatkan bahwa berbagai ketakutan keraguan kita mengenai
diri sendiri berakar dari ketidak matangan dan kebencian.ia berfokus pada
berbagai kebutuhan akan keamanan yang tidak terpenuhi sebagai penyebab
terjadinya orang dewasa yang neurotik. Seperti rogers maslow bersikeras
berpendapat bahwa kejahatan dan kebencian bukan lah sisi mendasar dari
kepribadian seseorang melainkan merupakan akibat dari defisiensi lingkungan.
f. Kebencian
sebagai suatu trait
Bagi
para teoris trait , trait-trait seperti agresif merupakan bagian dari
organisasi dinamik kepribadian, bagian-bagian kepribadian yang menggiring
individu untuk bertindak dengan cara-cara tertentu. Raymond cattel menggunakan
analisis faktor untuk menyaring trait-trait manusia yang umum, mengisolasi
trait-trait tertentu, yang bila menggejala secara kuat membentuk trait-trait
dari seorang pembunuh.
Bagi
Hans Eysenck, dimensi kepribadin yang paling relevan dengan kebencian adalah
psikotism. Seorang yang tinggi dalam dimensi ini memiliki sifat impulsif,
kejam, keras hati, dan antisosial.
Dalam
riset terapan mengenai agresi, psikolog seymaur feshbach (1971) memandang
kemarahan sebagai suatu reaksi emosional yang mencapai puncaknya dalam bentuk
perilaku yang penuh kebencian. Feshbach menemukan bahwa berbagai respon
emosional lainnya seprti empati dan altruisme dapat melawan agresi. Artinya,
feshbach mengatakan bahwa empati dapat menghambat respon seseorang terhadap
konteks sosial yang membangkitkan berbagai perasaan dan perilaku agresif.
g.
Pendekatan kognitif terhadap benci
Mereka
justru menekankan bahwa bukan pengalaman riil individu,namun cara seseorang
menginterpretasikan atau memahami berbagai relasi dan pengalamannyalah yang
menentukan tindakan-tindakannya.menurut pandangan ini,kebencian dan agresif
tergantung pada bagai mana cara kita belajar menjelaskan dunia.
George
Kelly sebagai contoh,melihat pemahaman personal menngenai orang lain.ia menemukan
bahwa beberapa orang tidak membuat banyak pembedaan diantara orang lain mereka
cendrung lebih melihat oranng lain sebagai sama satu sama lain.orang yang lebih
otoritarian seperti ini,memperlihatkan apa yang oleh kelly(1963) disebut
kognitif simplicity.hal iini memungkinkan seseorang menganggap seluruh kelompok
orang sebagai musuh-musuhnya.
h.
Teori belajar:kebencian sebagai perilaku yang dipelajari
Berbagai
teori belajar menyatakan bahwa agresip diperoleh melalui berbagai mekanisme
yanng sama seperti semua perilaku. Teori belajar klasik menyatakan bahwa emosi
yang penuh kebencian merupakan respon – respon yang terkondi, sementara teori
belajar operant menekankan peran dari pennguatan dan hukuman dalam membentuk
agresivitas yang dipelajari. Teori belajar sosial menggabungkannya dengan
menyatakan bahwa perilaku benci merupakan hasil dari modeling, obserpasi,
imitasi, dan vicariously reinforced (sangat dibesarkan).
Memang
benar bahwa jika perilaku benci memperoleh penguatan, entah karna itu dapat
menarik perhatian, entah karena membangkitkan pujian dari orang lain, atau
karna menguntungkan material, maka orang itu akan terus bertindak dengan cara
bermusuhan. Pada kenyataan, sebenarnya agresi dapat semakin kuat.
i.
Perbedaan budaya yang terkait kebencian
Beberapa
masyarakat tergolong bersifat sangat agresif, sedang yang lain hanya
memperlilhatkan sedikit permusuhan dalam relasi antarpersonal. Rupanya, ada
sesuatu dalam tatanan sosial yang terkait dengan fakta ini.
Bahwa
diperbatasan Amerika Serikat, ditemukan bahwa perbedaan budaya memprediksikan
perbedaan taraf permusuhan.Nisbett dan Cohen (1996) yang membandingkan bahwa
dinegara-negara bagian utara AS dengan negara bagian selatan,menemukan bahwa
rata-rata pembunuhan yang lebih tinggi diselatan.
Benci yang salah arah
Dari
pengertian dan penjelasan tentang benci diatas kami mengambil kesimpulan bahwa
benci yang salah adalah benci yang berlebihan yang menyebabkan orang lain
menderita. Contoh: teroris. Dan benci kepada kebenaran.