Ulos atau sering juga disebut kain
ulos adalah salah satu busana khas Indonesia. Ulos secara turun temurun
dikembangkan oleh masyarakat Batak, Sumatera. Dari bahasa asalnya, ulos
berarti kain. Cara membuat ulos serupa dengan cara membuat songket khas Palembang, yaitu menggunakan alat tenun bukan mesin.
Warna dominan pada ulos adalah merah, hitam, dan putih yang dihiasi oleh ragam tenunan dari benang emas atau perak.
Mulanya ulos dikenakan di dalam bentuk selendang atau sarung saja,
kerap digunakan pada perhelatan resmi atau upacara adat Batak, namun
kini banyak dijumpai di dalam bentuk produk sovenir, sarung bantal, ikat pinggang, tas, pakaian, alas meja, dasi, dompet, dan gorden.
Ulos juga kadang-kadang diberikan kepada sang ibu yang sedang mengandung supaya mempermudah lahirnya sang bayi ke dunia dan untuk melindungi ibu dari segala mara bahaya yang mengancam saat proses persalinan.
Sebagian besar ulos telah punah karena tidak diproduksi lagi, seperti
Ulos Raja, Ulos Ragi Botik, Ulos Gobar, Ulos Saput (ulos yang digunakan
sebagai pembungkus jenazah), dan Ulos Sibolang.
Arti Ulos
Mangulosi adalah suatu kegiatan adat yang sangat penting bagi orang
batak. Dalam setiap kegiatan seperti upacara pernikahan, kelahiran, dan
dukacita ulos selalu menjadi bagian adat yang selalu di ikut sertakan.
Menurut pemikiran moyang orang batak, salah satu unsur yang memberikan
kehidupan bagi tubuh manusia adalah “kehangatan”. Mengingat orang-orang
batak dahulu memilih hidup di dataran yang tinggi sehingga memiliki temperatur yang dingin.
Demikian juga dengan huta/kampung yang ada di daerah tapanuli umumnya di
kelilingi dengan pepohonan bambu. Dimana memiliki kegunaan bukan hanya
sebagai pagar untuk menjaga serangan musuh saja, namun juga menahan
terjangan angin yang dapat membuat tubuh menggigil kedinginan.
Ada 3 hal yang di yakini moyang orang batak yang memberi kehidupan bagi
tubuh manusia, yaitu : Darah, Nafas dan Kehangatan. Sehingga “rasa
hangat” menjadi suatu kebutuhan yang setiap saat di dambakan.
Ada 3 “sumber kehangatan” yang di yakini moyang orang batak yaitu :
matahari, api dan ulos. Matahari terbit dan terbenam dengan sendirinya
setiap saat. Api dapat di nyalakan setiap saat, namun tidak praktis
untuk di gunakan menghangatkan tubuh, misalnya besarnya api harus di
jaga setiap saat sehingga tidur pun terganggu. Namun tidak begitu halnya
dengan Ulos yang sangat praktis digunakan di mana saja dan kapan saja.
Ulos pun menjadi barang yang penting dan di butuhkan semua orang kapan
saja dan di mana saja. Hingga akhirnya karena ulos memiliki nilai yang
tinggi di tengah-tengah masyarakat batak. Dibuatlah aturan penggunaan
ulos yang di tuangkan dalam aturan adat, antara lain :
- Ulos hanya di berikan kepada kerabat yang di bawah kita. Misalnya Natoras tu ianakhon (orang tua kepada anak).
- Ulos yang di berikan haruslah sesuai dengan kerabat yang akan di beri ulos. Misalnya Ragihotang diberikan untuk ulos kepada hela (menantu laki-laki).
Sedangkan menurut penggunaanya antara lain :
- Siabithonon (dipakai ke tubuh menjadi baju atau sarung) digunakan ulos ragidup, sibolang, runjat, jobit dan lainnya.
- Sihadanghononhon (diletakan di bahu) di gunakan ulos Sirara, sumbat, bolean, mangiring dan lainnya.
- Sitalitalihononhon (pengikat kepala) di gunakan ulos tumtuman, mangiring, padang rusa dan lain-lain.
Saat ini kita tidak membutuhkan ulos sebagai penghangat tubuh di saat
tidur ataupun saat beraktifitas, karena ada berbagai alat dan bahan yang
lebih maju untuk memberi kehangatan bagi tubuh pada saat berada pada
udara yang sangat dingin. Tetapi Ulos sudah menjadi perlambang
kehangatan yang sudah mengakar di dalam budaya batak.
Namun ini juga menjadi tantangan bagi budaya batak di masa depan, karena
cara pandang dan penghargaan anak-anak muda masa depan sangat berbeda
dengan para orang tua yang sempat merasakan berharganya nilai ulos dalam
kekerabatan. Akankah anak-anak kita memandang ulos seperti memandang “kain pada umumnya”, bahkan lebih parahnya setelah kain tersebut di gunakan dalam acara adat yang melelahkan kemudian ulos tersebut tersimpan rapat dalam lemari saja.
Sangat berbeda “rasanya” dengan dengan menggunakan setelan jas yang
modis dan ingin menggunakannya lagi dan lagi begitu setiap saat.
Jangan-jangan yang terbayang dalam pikiran mereka saat melihat ulos yang
tergolek dalam lemari adalah acara adat yang melelahkan, njelimet
adatnya, pusing karena gak tau bahasa batak, malu karena gak pinter martutur (menempatkan diri dalam pertalian darah atau keturunan).
Akan sangat banyak tantangan masa depan yang akan menghimpit “niat
maradat” bagi generasi muda masa depan. Seperti masalah ke uangan,
penggunaan waktu, perkembangan pola pikir praktis, berkurangnya
“rajaparhata” (orang yang mengetahui adat dan dapat memandu kegiatan
adat dari awal hingga akhir).
Jenis, makna dan fungsi
Jenis dan Fungsi Ulos Batak berdasarkan makna yang terkandung di dalamnya adalah:
Ulos Antakantak
Ulos ini dipakai sebagai selendang orang tua untuk melayat orang yang meninggal, selain itu ulos tersebut juga dipakai sebagai kain yang dililit pada waktu acara manortor (menari).
Ulos Bintang Maratur
Ulos ini merupakan Ulos yang paling banyak kegunaannya di dalam acara-acara adat Batak Toba, beberapa diantaranya yakni:
- Kepada anak yang memasuki rumah baru. Memiliki rumah baru (milik Sendiri) adalah merupakan suatu kebanggaan terbesar bagi masyarakat Batak Toba. Keberhasilan membangun atau memiliki rumah baru di anggap sebagai salah satu bentuk keberhasilan atau prestasi tersendiri yang tak ternilai harganya. Tingginya penghargaan kepada orang yang telah berhasil membangun dan memiliki rumah baru adalah karena keberhasilan tersebut di anggap merupakan suatu berkat dari Tuhan yang maha Esa yang di sertai dengan adanya usaha dan kerja keras yang bersangkutan di dalam menjalani kehidupan. Keberhasilan membangun atau memiliki rumah baru adalah merupakan situasi yang sangat menggembirakan, oleh karena itu ulos ini akan diberikan kepada orang yang sedang berada dalam suasana bergembira. Orang batak yang tinggal dan menetap di berbagai puak/horja di sekitar Tapanuli telah memiliki adat dan kebiasaan yang berbeda pula. Walaupun konsep dan pemahaman tentang adat itu secara umum adalah sama, namun pada hal-hal tertentu ada kalanya memiliki perbedaan dalam hal pemaknaan terhadap nilai dan konsep adat yang ada sejak turun-temurun. Oleh karena itu pemberian Ulos Bintang Maratur khusus di daerah Silindung di berikan kepada orang yang sedang bergembira dalam hal ini sewaktu menempati atau meresmikan rumah baru.
- Secara khusus di daerah Toba Ulos ini diberikan waktu acara selamatan Hamil 7 Bulan yang diberikan oleh pihak hulahula kepada anaknya. Ulos ini juga di berikan kepada Pahompu (cucu) yang baru lahir sebagai Parompa (gendongan) yang memiliki arti dan makna agar anak yang baru lahir itu di iringi kelahiran anak yang selanjutnya, kemudian ulos ini juga di berikan untuk pahompu (cucu) yang baru mendapat babtisan di gereja dan juga bisa di pakai sebagai selendang.
Ulos Bolean
Ulos ini biasanya di pakai sebagai selendang pada acara-acara kedukaan.
Ulos Mangiring
Ulos ini dipakai sebagai selendang, Talitali, juga Ulos ini di berikan
kepada anak cucu yang baru lahir terutama anak pertama yang memiliki
maksud dan tujuan sekaligus sebagai Simbol
besarnya keinginan agar si anak yang lahir baru kelak di iringi
kelahiran anak yang seterusnya, Ulos ini juga dapat dipergunakan sebagai
Parompa (alat gendong) untuk anak.
Ulos Padang Ursa dan Ulos Pinan Lobu-lobu
Ulos ini dipakai sebagai Talitali dan Selendang.
Ulos Pinuncaan
Ulos ini terdiri dari lima bagian yang ditenun secara terpisah yang
kemudian di satukan dengan rapi hingga menjadi bentuk satu Ulos.
Kegunaannya antara lain:
- Dipakai dalam berbagai keperluan acara-acara duka cita maupun suka cita, dalam acara adat ulos ini dipakai/ di sandang oleh Raja-raja Adat.
- Dipakai oleh Rakyat Biasa selama memenuhi beberapa pedoman misalnya, pada pesta perkawinan atau upacara adat di pakai oleh suhut sihabolonon/ Hasuhuton (tuan rumah).
- Kemudian pada waktu pesta besar dalam acara marpaniaran (kelompok istri dari golongan hulahula), ulos ini juga di pakai/dililit sebagai kain/hohophohop oleh keluarga hasuhuton (tuan rumah).
- Ulos ini juga berfungsi sebagai Ulos Passamot pada acara Perkawinan. Ulos Passamot di berikan oleh Orang tua pengantin perempuan (Hulahula) kepada ke dua orang tua pengantin dari pihak laki-laki (pangoli). Sebagai pertanda bahwa mereka telah sah menjadi saudara dekat.
Ulos Ragi Hotang
Ulos ini di berikan kepada sepasang pengantin yang sedang melaksanakan
pesta adat yang di sebut dengan nama Ulos Hela. Pemberian ulos Hela
memiliki makna bahwa orang tua pengantin perempuan telah menyetujui
putrinya di persunting atau di peristri oleh laki-laki yang telah di
sebut sebagai “Hela” (menantu). Pemberian ulos ini selalu di sertai
dengan memberikan mandar Hela (Sarung Menantu) yang menunjukkan bahwa
laki-laki tersebut tidak boleh lagi berperilaku layaknya seorang
laki-laki lajang tetapi harus berperilaku sebagai orang tua. Dan sarung
tersebut di pakai dan di bawa untuk kegiatan-kegiatan adat.
Ulos Ragi Huting
Ulos ini sekarang sudah Jarang di pakai, konon pada jaman dulu sebelum
Indonesia merdeka, anak perempuan (gadis-gadis) memakai Ulos Ragi Huting
ini sebagai pakaian sehari-hari yang dililitkan di dada (Hobahoba) yang
menunjukkan bahwa yang bersangkutan adalah seorang putri (gadis
perawan) batak Toba yang ber-adat.
Ulos Sibolang Rasta Pamontari
Ulos ini di pakai untuk keperluan duka dan suka cita, tetapi pada jaman
sekarang, Ulos Sibolang bisa di katakan sebagai simbol duka cita, yang
di pakai sebagai Ulos Saput (orang dewasa yang meninggal tapi belum
punya cucu), dan di pakai juga sebagai Ulos Tujung untuk Janda dan Duda
dengan kata lain kepada laki-laki yang ditinggal mati oleh istri dan
kepada perempuan yang di tinggal mati oleh suaminya. Apabila pada
peristiwa duka cita Ulos ini di pergunakan maka hal itu menunjukkan
bahwa yang bersangkutan adalah sebagai keluarga dekat dari orang yang
meninggal.
Ulos Si bunga Umbasang dan Ulos Simpar
Secara umum ulos ini hanya berfungsi dan dipakai sebagai Selendang bagi
para ibu-ibu sewaktu mengikuti pelaksanaan segala jenis acara
adat-istiadat yang kehadirannya sebatas undangan biasa yang di sebut
sebagai Panoropi (yang meramaikan) .
Ulos Sitolu Tuho
Ulos ini difungsikan atau di pakai sebagai ikat kepala atau selendang.
Ulos Suri-suri Ganjang
Ulos ini di pakai sebagai Hande-hande (selendang) pada waktu margondang
(menari dengan alunanan musik Batak) dan juga di pergunakan oleh pihak
Hulahula (orang tua dari pihak istri) untuk manggabei (memberikan
berkat) kepada pihak borunya (keturunannya) karena itu disebut juga Ulos
gabegabe (berkat).
Ulos Simarinjam sisi
Dipakai dan di fungsikan sebagai kain, dan juga di lengkapi dengan Ulos
Pinunca yang di sandang dengan perlengkapan adat Batak sebagai
Panjoloani (mendahului di depan). Yang memakai ulos ini adalah satu
orang yang berada paling depan.
Ulos Ragi Pakko dan Ulos Harangan
Pada zaman dahulu di pakai sebagai selimut bagi keluarga yang berasal
dari golongan keluarga kaya, dan itu jugalah apabila nanti setelah tua
dan meninggal akan di saput (di selimutkan, dibentangkan kepada jasad)
dengan ulos yang pakai Ragi di tambah Ulos lainnya yang di sebut Ragi
Pakko karena memang warnanya hitam seperti Pakko.
Ulos Tumtuman
Dipakai sebagai talitali yang bermotif dan di pakai oleh anak yang
menunjukkan bahwa yang bersangkutan adalah anak pertama dari hasuhutan
(tuan rumah).
Ulos Tutur-Tutur
Ulos ini dipakai sebagai talitali (ikat kepala) dan sebagai Handehande
(selendang) yang diberikan oleh orang tua kepada anak-anaknya
(keturunannya).
Referensi :
1. Wikipedia
0 komentar:
Post a Comment